Opini

Klarifikasi atas Dugaan Ilegal Logging di Parlilitan: Lokasi Dinyatakan APL dan Milik PHAT Agus Situmorang, SH

Parlilitan, Polemik dugaan aktivitas ilegal logging di Desa Sionom Hudon Sibulbulon, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan, akhirnya menemukan titik terang. Setelah beberapa pemberitaan awal yang menyebutkan adanya aktivitas pengangkutan kayu diduga ilegal, serta dugaan tangkap lepas oleh aparat, kini fakta baru menguatkan bahwa kayu tersebut berasal dari lokasi APL (Areal Penggunaan Lain) dan merupakan milik sah dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama Agus Situmorang, SH.

Hal ini dikonfirmasi berdasarkan pengecekan lapangan dan peta lokasi oleh pihak terkait, termasuk aparat dan otoritas kehutanan setempat. Penebangan dilakukan di luar kawasan Hutan Lindung (HL), yang selama ini kerap menjadi sorotan dalam isu perusakan hutan.

Sebelumnya, tiga artikel yang terbit di media sosial dengan narasi tudingan bahwa Sat Reskrim Polres Humbahas dan Polsek Parlilitan melakukan “tangkap lepas” terhadap pelaku ilegal logging, sempat viral di grup Facebook Kabar Kabari Humbang Hasundutan. Pihak kepolisian melalui Kasat Reskrim Polres Humbahas, IPTU John Siahaan, dengan tegas membantah tudingan tersebut dalam sesi klarifikasi yang turut didampingi oleh perwakilan dari UPT KPH Wilayah XIII.

“Berita yang beredar itu sepihak, seharusnya dikonfirmasi terlebih dahulu kepada kami agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat,” tegas Iptu Siahaan dalam keterangannya kepada sejumlah jurnalis. 26/05/2025

Perwakilan dari UPT KPH Wilayah XIII juga menyatakan bahwa berita tersebut tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta lapangan.

Data Peta dan Lokasi

Sebagai bahan pendukung, denah lokasi dan data geospasial menunjukkan bahwa titik tebangan tidak berada di kawasan hutan negara, melainkan pada APL. Hal ini memperkuat bahwa secara hukum, aktivitas penebangan di sana dimungkinkan apabila sesuai prosedur, termasuk pemenuhan administrasi dan dokumen pengangkutan hasil hutan.

Namun, publik tetap berhak mengawasi bahwa semua proses tersebut berjalan sesuai aturan, termasuk soal dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) dan aspek tata kelola distribusi kayu.

Harapan kepada Insan Pers

Menyikapi situasi ini, sejumlah jurnalis yang turut hadir dalam klarifikasi menyampaikan dukungan terhadap pentingnya verifikasi dan konfirmasi dalam kerja jurnalistik.

“Kami sepakat bahwa wartawan harus menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik dan melaksanakan tugas sesuai dengan SOP peliputan, agar tidak terjadi kesalahan informasi yang dapat merugikan banyak pihak,” ujar salah satu jurnalis senior usai konfirmasi.

Kode Etik Jurnalistik dan Sanksinya

Dalam menjalankan tugasnya, wartawan terikat oleh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Pers No. 40 Tahun 1999, serta Pedoman KEJ yang ditetapkan Dewan Pers. Prinsip utama yang harus dijunjung adalah:

Akurasi dan keberimbangan berita

Uji informasi

Konfirmasi terhadap sumber yang berwenang

Tidak mencampur opini dan fakta

Jika melanggar, jurnalis atau medianya bisa dikenai sanksi etik oleh Dewan Pers, seperti:

Teguran,

Rekomendasi pencabutan berita,

Hingga pencabutan hak peliputan atau hak kerja sama dengan instansi publik.

Dengan adanya klarifikasi dan fakta baru ini, publik diharapkan tetap kritis namun tidak tergiring oleh asumsi yang belum terverifikasi. Sementara itu, aparat penegak hukum dan instansi kehutanan diminta tetap terbuka dan profesional dalam menyampaikan data dan informasi kepada masyarakat.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button